Catatan Nafi’ah
al-Ma’rab
Melihat sampul buku kumpulan cerpen Senja
yang Marun cukup menarik hati saya sebagai pembaca. Entah karena memang warna
marun favorit saya, atau memang daya tarik diksi yang dipilih penulis. Senja
yang Marun, rangkaian diksi yang merepresentasikan potret kehidupan manusia
dengan beragam budaya dan kebiasaan hidup.
Sebelum menganalisis cerpen-cerpen dalam buku
ini, saya akan membaca biografi penulisnya lebih dulu. Rio Rozalmi sebagai
cerpenis muda yang dua tahun belakang namanya cukup menjadi perhatian sesama
cerpenis muda. Terakhir saat namanya masuk dalam daftar cerpenis pemenang lomba
100 Tahun AA Navis di Sumatra Barat. Ia bersanding dengan sastrawan Riau Harry
B Koriun, Bony Candra, dan lainnya. Profil penulis ini akan jadi salah satu
landasan saya dalam menganalisis cerpen.
Budaya dalam
Peristiwa
Perspektif komunikasi budaya menyebutkan
bahwa komunikasi adalah budaya dan budaya adalah komunikasi. Beberapa cerpen
dalam dalam buku Senja yang Marun ini menceritakan beberapa budaya masyarakat.
Sebut saja cerpen Batobo yang menceritakan tradisi di Kampar, Malewakan Gala
tradisi di Sumatra Barat, dan cerpen-cerpen lain seperti Sri Memilih dan
Jembatan juga mencerita tentang kondisi kehidupan sosial budaya. Agaknya,
penulis ingin mengomunikasikan tradisi di suatu tempat sebagai pesan-pesan
sosial yang menyentuh bagi pembacanya. Peristiwa dalam budaya ia sajikan dalam
narasi dan konflik yang natural, sederhana, tetapi memiliki pesan budaya yang
kuat.
Kekaguman saya pada cepen Malewakan Gala,
saya katakana di sini penulis cukup berhasil mengeksekusi tema budaya Minang
sehingga membuat saya cukup tertarik membaca paragraf-paragraf awalnya.
Risetnya cukup baik dengan pilihan diksi yang tepat untuk membangun kekuatan
tema.
Perempuan
Sebagai Simbol Kekuatan
Beberapa judul cerpen dalam Senja yang Marun
menceritakan tokoh-tokoh perempuan. Sri Memilih dan Nur Jawilah Merintih
berkisah tentang dua tokoh perempuan dengan berbagai permasalahan hidup yang
dialaminya. Sebagai penulis perempuan saya cukup kagum jika seorang penulis
laki-laki menyajikan tokoh perempuan dengan karakter-karakter kuatnya, tetapi
bagaimana penulis melakukan riset yang kuat pada karakter-karakter perempuan
ini tentu perlu diasah lagi oleh penulis sehingga di karya-karya selanjutnya
bisa lebih baik dalam menyajikan realitas konflik dan alur yang dibangun.
Perempuan adalah simbol kekuatan yang menjadi
ramuan menyatu dengan tema budaya yang dibangun penulis. Tema-tema yang menurut
saya bagi seorang cerpenis muda masih terbilang jarang jadi pilihan. Namun, Rio
Rozalmi meramu dan menyajikan hal tersebut.
Kritikan saya bagaimana penulis bisa menggali
konflik-konflik yang lebih menarik lagi sehingga tidak terkesan klise. Apapun
itu tahniah untuk penulis. Anda berbakat mengeksekusi tema budaya.
De Daikos,
25 Januari 2025
Note:
Belajar
menulis cerpen, novel, novel anak bersama Nafi’ah al-Ma’rab hubungi
085265124139.
1 Komentar
tinggalkan jejak kalo sudah dibaca :)
BalasHapus