Membaca Multi Pesan dan Idealisme Tokoh dalam Novel Rindu Serumpun

 



Beberapa bulan yang lalu saya disodori manuskrip naskah novel berjudul Rindu Serumpun oleh pengarangnya (Yendra Chen). Sebuah novel dengan level ketebalan yang cukup lumayan untuk sebuah naskah permulaan yang ditulis seorang novelis.

Saya membacanya lembar demi lembar, dan sampai naskah tersebut diterbitkan menjadi buku, saya memiliki beberapa catatan khusus terhadap novel tersebut.

Pertama Soal Idealisme Pengarang

Ada dialog lucu yang sempat saya tanyakan kepada pengarangnya, begini:

“Ini mau buat novel apa esai sih?”

“Novel yang ada kutipan esainya gimana, Mbak?”

Saya ngakak sih, tapi ya sudah jika itu menjadi keinginan penulis. Menurut saya ini soal idealisme yang tak bisa ditawar. Tokoh Anwar dalam Rindu Serumpun berkali-kali menyajikan pesan tersurat dan tersirat tentang prinsip idealisme yang dipegangnya.

Pemahamannya tentang sesuatu begitu kuat, tak bisa dipatahkan. Saat dia bilang A, ya akan tetap menjadi A. Kutipan saat tokoh Anwar menjalankan sidang skripsi S1 nya, bagaimana dialog dibangun dengan kekuatan karakter pengarang.

Membaca idealisme seorang Anwar sekilas mungkin akan membuat kita teringat dengan tokoh Fahri dalam AAC. Hidup dengan idealisme yang kadang tak masuk akal di pikiran pembaca, tetapi itulah fakta yang memang harus dimunculkan. Hidup sudah terlalu krisis figure, maka seorang pengarang harus memunculkan karakter terbaik yang sebenarnya ada dalam kehidupan kita.

Saya tanya ke pengarang Rindu Serumpun,

“Sukanya novel apa?”

“Saya awal dulu pengagum karya Kang Abik, saya memang ingin menghidupkan deskripsi-deskripsi seperti beliau.”

Oh, baiklah. Bisa dipahami. Di tengah pudarnya keinginan orang untuk menghadirkan figure tokoh dengan idealisme yang sempurna, saya pikir ini hal baik yang mesti kita pandang baik dan hormat.

Kedua Soal Multipesan


Novel ini memang tak secara jelas memunculkan dirinya sebagai novel dengan genre religi, tetapi dalam banyak hal pemikiran ‘religiusitas’ itu tetap mampu dimunculkan pengarang.

Ingat bagaimana dialog Anwar yang menolak membonceng Reta ke Jogja Mualaf Center dan meminta rekannya Purnama untuk mengantarkannya?

Belum lagi pesan tersurat yang disajikan cukup detail dalam setiap bab. Pesan-pesan religius yang hadir secara tersirat maupun tersurat.

Pesan adalah keniscayaan yang akan ditemukan pembaca dalam sebuah karya, semakin banyak pesan maka akan sebaik karya tersebut.

Selain pesan religiusitas, novel ini juga memuat pesan kehidupan yang begitu kuat. Paragraf kesetiaan pasangan orang tua angkat tokoh Anwar yang berdarah Malaysia soal kesetiaan memberikan gambaran bagaimana novel ini juga ini memberikan sentuhan pada esensi kehidupan terdekat manusia, soal cinta dan kehidupan.

Latar belakang pengarang yang menyukai gunung serta pendidikan Biologi juga tergambar kuat dalam bab pendakian gunung Merbabu dalam novel ini.

Akhir kata saya ucapkan selamat atas terbitnya Rindu Serumpun. Saya katakan ini keberhasilan pengarang Indragiri, Riau. Tahniah.

Lubuk Batu Jaya, 14 Agustus 2021

Nafiah al-Ma’rab

Posting Komentar

0 Komentar