Keluarga dan Pendidikan Literasi Anak

Bulan Juni menjadi bulan istimewa bagi keluarga. Tepatnya 29 Juni yang akan datang, kita diajak melihat lagi peran keluarga terhadap anggotanya melalui perayaan Hari Keluarga Nasional. Berbicara tentang peran keluarga, maka hal yang paling dekat yang bisa dibentuk di dalam sebuah keluarga terhadap anggotanya adalah pendidikan. Baik pendidikan formal maupun non formal, seyogyanya bisa dibentuk di di dalam keluarga. 

Berbicara tentang pendidikan, kita akan mengenal adanya istilah literasi sebagai salah satu kunci keberhasilan proses pendidikan yang dijalani anak-anak. Literasi sendiri didefinisikan sebagai keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca, budaya literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berpikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan karya. 

Membudayakan atau membiasakan untuk membaca, menulis itu perlu proses jika memang dalam suatu kelompok masyarakat kebiasaan tersebut memang belum ada atau belum terbentuk, (Trini Haryanti, 2014). 

Jika hal ini diintegrasikan pada anak-anak, maka pihak yang akan paling dekat kaitannya dengan proses evaluasi penerapan budaya literasi pada anak adalah keluarga. Berbicara tentang budaya baca tulis dalam hubungannya literasi, memang bukan hanya menjadi masalah Riau secara khusus. 

Indonesia secara umum mengalami masalah ini. Berdasarkan data United Nations Development Programs (UNDP), minat baca orang Indonesia sebanyak se per seribu atau satu dari 1.000 orang yang memiliki minat baca yang cukup. 

Inilah yang menjadi kekhawatiran permanen para pegiat literasi tanah air. Rendahnya budaya literasi bangsa ini akan berdampak serius pada kualitas sumber daya manusia yang ada. Dengan demikian, kemampuan untuk bersaing dengan negara lain dalam hal kualitas sumber daya manusianya jelas akan rendah. 

Oleh karena itulah, khususnya masyarakat Riau hari ini yang baru dianugerahi sebagai Provinsi Literasi, perlu melakukan gerakan-gerakan inovatif untuk meningkatkan budaya baca tulis masyarakatnya. Dan salah satu objek yang paling prospek untuk hal tersebut adalah anak-anak Riau. Sebab literasi adalah sebuah budaya yang harus dibiasakan. Biarlah para orang tuanya malas membaca, kalau anak-anaknya melek budaya baca tulis, niscaya kondisi literasi Riau beberapa tahun lagi akan berubah. Dan itu sebuah keniscayaan. 

Jangan sampai penganugerahan ini hanya sebatas ramai di awal, namun selanjutnya sepi dan menghilang. Ini adalah momen penting untuk start, bagi para pegiat literasi, bukan hanya di Riau tapi juga seluruh Indonesia. Terkait peran keluarga pada pendidikan literasi anak, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orang tua tersebut, diantaranya: 

Pendekatan Keteladanan 

Pendekatan yang paling utama dalam upaya keluarga menanamkan pendidikan literasi pada anak adalah pendekatan keteladanan. Contoh merupakan cara kita mengajarkan sesuatu tanpa harus kita mengatakan sesuatu. Faktanya kebanyakan anak menolak untuk diajak akrab dengan buku karena memang orang tua sibuk dengan pekerjaannya sendiri. 

Orang tua lebih sering mengajak anak ke tempat-tempat bermain, mall, dan tempat-tempat hiburan, bukan tempat membaca seperti perpustakaan atau toko buku. Bahkan mungkin budaya baca orang tua sendiri masih rendah. Di rumah tak memiliki koleksi buku, orang tua lebih suka menonton ketimbang membaca. 

Pendekatan Fasilitas  

Mau tidak mau, jika kita ingin mendidik budaya literasi yang baik pada anak, fasilitas harus kita sediakan di rumah. Sebuah keluarga sebaiknya memiliki perpustakaan mini di rumah. Jika kita ingin membudayakan baca dan tulis pada anak, maka kita bisa membuatkan pustaka mini untuk putera-puteri di rumah. Isilah dengan buku-buku mendidik yang ia sukai. Biarkan buku berserakan dimana-mana. 

Hal terpenting dalam pendekatan ini adalah bagaimana anak-anak merasa bersahabat dengan buku. Jika sebuah keluarga tak memiliki anggaran cukup untuk membuat fasilitas pustaka mini di rumah, maka bisa dengan mengunjungi perpustakaan di daerahnya secara rutin dan terjadwal. Hal ini akan membuat anak merasa bahwa soal buku adalah kebutuhan dan keharusan. 

Sedini mungkin, sejak kecil anak-anak harus diakrabkan dengan buku-buku. Bisa juga dengan menemani anak mengunjungi acara-acara buku, pameran buku, toko buku dan sebagainya. Sehingga anak akan selalu berpikir tentang buku. Jika hal ini sudah terjadi, tanpa harus menyuruh pun anak-anak akan berpikir bahwa buku sebuah keharusan yang penting ia baca. 

Pertengahan Maret 2016 yang lalu, Riau mendapatkan angin segar dunia pendidikan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan dalam kunjungannya ke Riau menyatakan penetapan Riau sebagai salah satu Propinsi Literasi di Indonesia. 

Penetapan sejarah ini bukan hanya soal bangunan Perpustakaan Wilayah Soeman HS, Riau yang mendapatkan akreditasi A dan sekaligus menjadi perpustakaan dengan desain arsitektur terbaik di Indonesia. Akan tetapi, lebih dari itu, penetapan Provinsi Literasi tersebut seyogyanya menjadi momen yang tepat untuk seluruh kalangan di Riau guna meningkatkan range pendidikan di propinsi ini, sebab literasi lebih konkritnya dimaksudkan untuk tujuan baca tulis yang tentu saja akan sangat mempengaruhi kualitas pendidikan suatu masyarakat. 

Oleh: Nafi’ah Al Ma’rab (Pelopor Gerakan Perempuan Riau Menulis, Saat ini Berkhidmat di Forum Lingkar Pena Riau)

Posting Komentar

0 Komentar