Perempuan yang Diam-Diam Bersedekah di Pagi Hari

Oleh: Nafi’ah al-Ma’rab/ Penulis Riau 

Pertengahan 2016 lalu saya benar-benar pusing memikirkan acara literasi yang ditaja organisasi kepenulisan yang saya kelola. Lagi-lagi soal pendanaan. Butuh beberapa juta rupiah lagi untuk menutup booking studio nobar film dakwah yang menghadirkan produser film tersebut. Awalnya memang rencana ini maju mundur, tapi setelah membulatkan tekad karena Allah, acara ini pun terselenggara. 

Sebagai pimpinan organisasi kala itu, saya bertanggung jawab pada berbagai hal terkait pelaksanaan acara, termasuk juga keuangannya. Hingga fitrah kewanitaan saya pun muncul, yakni curhat. Di suatu siang, saat saya berkumpul dalam suatu majlis ilmu, saya tanpa sadar menceritakan kondisi keuangan acara tersebut. 

Tidak ada harapan lebih selain mengurangi beban pikiran agar sedikit lebih plong. Semua merespon cukup baik, namun saya tak berpikir lebih. Beberapa orang menyatakan permintaan maaf karena tak bisa ikut bergabung, sudah ada acara. 

Baik lah, saya pun hanya bertawakkal saja hingga saat itu. Semoga Allah mempermudah di luar jangkauan pikiran saya. Hingga pagi hari, saat sang produser telah landing di bandara, saya dikejutkan dengan kehadiran sosok wanita muda di depan pintu rumah. Dia mengetuk pintu sambil memberi salam. Saya pun menjawab salam dan membuka pintu, terasa aneh bila sepagi ini perempuan ini datang ke rumah. 

“Maaf Kak mengganggu pagi-pagi, cuma mau menyampaikan titipan.” 

 “Titipan apa?” 

“Ini ada titipan dari drg.Fatimah.” 

Sejenak saya tercenung. Perempuan itu menghulurkan amplop putih dari balik sakunya. Lalu menyerahkannya pada saya. 

 “Dari Kak Ipat?” saya sedikit terkejut, sebab seingat saya, wanita itu sudah berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah umroh. 

 “Iya, tadi malam dititip sama Indri sebelum berangkat.” 

Saya masih tercenung lama sampai akhirnya perempuan itu pamit. Masih tak menyangka sepagi ini ada yang datang untuk mengantar uang di saat saya benar-benar dalam kondisi sulit. 

Lalu perlahan saya buka amplop itu, masya Allah ada uang 1,2 juta di dalamnya. Perempuan itu, dia berinfak sebanyak ini, sepagi ini tanpa siapapun yang tahu, pada agenda yang sebenarnya bukan menjadi prioritas tanggung jawabnya. Buru-buru saya cari handphone, lalu menyatakan rasa terimakasih yang tak terkira. Namun akhirnya pending cukup lama karena beliau sedang dalam perjalanan ke tanah suci. 

Ini bukan hanya momen pertama kalinya saya menyaksikan kebaikan pada perempuan yang bersedekah di pagi hari itu. Dia sosok sederhana yang begitu murah menggelontorkan harta yang dimilikinya untuk agenda-agenda keummatan. Dan ia mengeluarkannya secara diam-diam, dalam kesunyian. 

Dia selalu mengutamakan kualitas dalam hal pelayanan. Di suatu ketika, saat ada acara bakti social yang dilakukan di kawasan tempat tinggalnya, saya melihat begitu bersungguh-sungguhnya ia dalam memberikan pelayanan. 

“Dibungkus pakai plastik biasa aja ya Kak barang-barangnya.”

 “Jangan, kemasannya harus yang terbaik biar menarik.” 

Lalu saya melihat ia menyajikan kemasan bingkisan dengan unik dan cantik, sajian makanan yang berkelas dan mahal. Begitulah ia dengan segala keihsanan yang ingin ia tampilkan dalam segala amal perbuatannya. Angka-angka sedekahnya kerap ia sembunyikan, dengan segala hal terbaik yang ingin ia berikan. 

Jujur saya kagum pada pribadinya, meski ia seorang dokter gigi tapi kiprahnya melompat jauh ke hal-hal lain yang bukan spesifikasinya. Dan kini ia pun mulai menekuni aktivitas literasi, satu dunia yang menjadi kehidupan saya. Saya yakin dengan itu ia akan semakin hebat ke depannya. Bukan hanya untuk dirinya dan keluarganya, namun juga untuk orang lain. 

Saya berpikir, perempuan seperti drg.Fatimah inilah yang realistis dibutuhkan di masyarakat. Di musim tahun-tahun politik seperti saat sekarang ini, sosok seperti drg.Fatimah inilah yang kita butuhkan untuk mewakili aspirasi di parlemen. Orang-orang yang memang sudah baik sebelumnya, terbiasa dengan kebaikan-kebaikan yang tersembunyi. Wallahu alam

Posting Komentar

0 Komentar