Esai Sastra Syamsul Azwar

 
Foto: Unsplash.com

Oleh : Syamsul Azwar (Syams Diaga Udo)

Prakata 

Pada saat menulis catatan esai ini,  saya,  Anda dan kita semua berada di tengah hiruk pikuk budaya modern. Era dimana terjadi degradasi moral dikalangan remaja dan generasi muda bangsa. Telah terjadi pergeseran nilai-nilai luhur budaya serta lunturnya jati diri yang menjadi ciri khas suatu daerah yang terbentang dari ujung Aceh hingga ujung Merauke. 

Generasi muda milenial dan Gen Z saat ini dihadapkan pada tantangan budaya modern. Zaman digitalisasi, serba komputerisasi. Bak dua mata pisau yang rawan dan berpotensi untuk melukai generasi emas kita. 

Tantangan kita sebagai anak bangsa  dituntut ikut ambil bagian dan berperan, paling tidak mengenalkan jejak-jejak sejarah, history budaya, adat istiadat, pembentukan karakter kepada anak-anak kita, keluarga terdekat, kerabat dan orang-orang disekitar kita agar mampu mengenal jati diri dan tidak terperosok ke dalam lobang degradasi moral yang semakin menganga.

Kita patut bersyukur dengan kehadiran cerpen ziarah ini. Mendengar kata ziarah berarti mengunjungi tempat yang dianggap sakral dan suci. Ziarah disebut juga sebagai lawatan seseorang ataupun kelompok ke tempat yang dianggap keramat yang memiliki makna moral yang penting.  Bernostalgia kembali ke tempat yang pernah kita tempati setelah dalam rentang waktu yang lama kita meninggalkannya dan tempat itu kita anggap memiliki nilai sejarah yang melekat dengan kita, itu juga bisa disebut dengan ziarah. 

Melakukan ritual ziarah, kunjungan, dan lawatan yang dilakukan individu maupun kelompok memiliki tujuan untuk mengingat kembali, meneguhkan iman, keyakinan dan intropeksi diri.  Saya memberikan apresiasi kepada penulis cerpen ziarah ini. Dengan kepiawaian berpikir beliau mampu meramu dan melahirkan ide menjadi sebuah karya yang memberi inspirasi dan motivasi bagi pembacanya. 

Dengan hadirnya karya cerpen ziarah ini pula saya ingat sebuah ungkapan seperti 'mambangkik batang tarandam, manjapuik kisah nan lamo, disilau riwayat nan ala mulai dilupokan. Ungkapan itu bermakna mencari jejak-jejak kenangan yang pernah terpendam di masa lalu dan merenungi, memetik makna yang tersirat dari sepenggal kisah itu. 

Siapapun yang pernah membaca cerpen ziarah ini, saya kira kita perlu memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap pesan moral yang terselip di setiap untaian kata, frasa, diksi dan narasi yang terasa begitu mengalir.

Di tangan sang penulis, beliau mampu membawa pembaca berpetualang merenangi lautan makna dan hikmah kehidupan yang dikolaborasikan antara seni,  budaya, kearifan lokal, spiritual, pembentukan karakter tokoh Suli Aban di masa kecil yang beranjak remaja sampai dewasa. Cerpen ziarah kaya akan pesan moral. Narasi yang disuguhkan terasa lebih hidup dan berwarna ketika penulis membungkus dengan kisah asmara dua sejoli anak Betawi. 

***

Mari kita layangkan sejenak pikiran dan hati kita untuk menghayati hikmah dan memetik pesan moral dibalik kisah yang dituangkan penulis dalam secangkir kisah ziarah. 

Kehidupan yang kita jalani hingga fase dimana kita berpijak sekarang penuh dengan lika-liku. Hidup yang kita lewati sepanjang jantung masih berdetak penuh dengan perjuangan. Kisah yang pernah kita lewati dalam rantai kehidupan syarat dengan pengorbanan.  Sedih, haru, canda tawa, bahagia, kadang terluka, ada kalanya gembira, ada masanya berduka,  kadang tak jarang pula meneteskan air mata. Rasa kehilangan kadang tak bisa kita elakkan. Itulah 'garis tangan' yang mesti dijalani setiap insan. Tuhan Maha Kuasa atas makhluknya. 

Seorang Suli Aban dalam usianya di ujung senja, disisa kegagahan dengan penampakan wajah tirusnya ia masih terlihat kuat dan garang. Suli Aban masih bisa melakukan ritual ziarah mengenang kembali kisah puluhan tahun yang lalu. 

Jelang usia enam puluh itu, ingatannya masih terang mengenang kembali tempat dimana ia berlatih di padepokan Silat Cingkrik itu. Dulu ia berlatih sangat keras dan penuh konsentrasi sebagaimana yang diajarkan sang Maha Gurunya Kong Pi'il. 

"Bila pikiranmu tak menyatu dengan tubuh jangan kau harap kau bisa menjadi pesilat yang menguasai Cingkrik!" ancaman Kong Pi'il membuatnya berusaha mati-matian agar terlihat berharga. 

Pembaca setelah menyelesaikan membaca paragraf di bagian awal cerita akan dapat point sebuah rasa yang bisa dipetik. Ramuan dalam penulisan cerpen ini akan menggiring pembaca menggali nilai-nilai dan pesan moral yang terdapat pada paragraf-paragraf berikutnya. 

Nilai yang bisa dipetik dari paragraf awal 

  1. Usia boleh tua, namun si tokoh utama dalam cerita ini masih awet dan jauh dari penyakit. (kita diingatkan untuk menjaga kesehatan dan berinteraksi dengan alam) seperti yang dilakukan tokoh Suli Aban yang selalu bermesraan dengan suasana aura keindahan laut. 
  2. Dalam berlatih apapun dibutuhkan konsentrasi dan fokus. Sebagaimana yang diajarkan Kong Pi'il guru silatnya Suli Aban. 

Mari kita bergeser sedikit saja beranjak ke paragraf berikutnya.  

Si tokoh Suli Aban menemukan tempat yang ia cari. Padepokan tempat ia berlatih dulu telah menjadi lahan kosong dan dibiarkan begitu saja. Dan penulis akan mendapat pengetahuan baru bahwa lahan kosong itu sengaja dibiarkan begitu saja dengan semak belukarnya untuk mengembalikan kekuatan tanah.

Selanjutnya kita akan mengikuti kisah kehidupan masa lalu Suli Aban yang kini sudah berusia hampir enam puluh tahun.  

BAGIAN 1

 


Babe selalu membangunkan Suli Aban sebelum Subuh. 

"Lelaki yang tak beradab adalah yang tidur larut malam dan baru bangun ketika siang."

Point penting yang harus menjadi catatan kita adalah bagaimana ketegasan seorang Babe (Ayah) membentuk karakter anaknya agar tidak loyo dan mengajarkan bagaimana memanfaatkan waktu dengan bijak dan disiplin. 

Pesan Babe dari tokoh utama Suli Aban puluhan tahun silam lalu, saya kira ini menjadi narasi penting yang perlu di viralkan karena masih sangat relevan dengan kondisi saat ini. 

Kita melihat dan menyayangkan generasi millenial, banyak diantara mereka telah menggeser jadwal tidurnya. Menghabiskan waktu di warung-warung internet (warnet) yang menyediakan fasilitas game online. Pemandangan itu tak hanya di kota-kota besar, gelombang tsunami kecanduan game itu telah menghantam anak-anak muda hingga pelosok desa. 

PERJUANGAN

Pembaca yang budiman 

Yuk, kita lanjutkan perjalanan kita, menikmati setiap alur dalam cerita ziarah Suli Aban ini agar kita mampu memetik nilai-perjuangan Suli Aban di masa kecilnya hingga remaja. 

Sebelum Azan Subuh berkumandang, Suli Aban telah memulai lakon hidupnya membantu Nyak dan Babe. Suli kecil sudah harus memompa air untuk mandi dan mengisi jerigen untuk keperluan Nyak berjualan di warteg. Begitu fajar merekah, Babe akan segera menarik becak. Didikan yang telah mengakar membuat pertumbuhan Suli Aban semakin kokoh dengan nilai dan prinsip hidupnya. 

Paragraf diatas dapat saya simpulkan, titik poin nya adalah pembentukan karakter seorang anak oleh kedua orangtua. Kemudian adanya kekompakan dan kebersamaan yang terjalin antar penghuni rumah. Hidupnya system kolaborasi dan sinergi di organisasi terkecil dalam rumah tangga. Saling bekerjasama,  saling mendukung dan saling melengkapi dalam sebuah sistem itu. 

Dua nilai moral yang bisa dibawa pulang oleh pembaca 

  1. Perjuangan Suli Aban membantu orangtua
  2. Karakter pantang menyerah, tak ada kata berpangku tangan
  3. Sifat memberi manfaat kepada orang tua dan orang lain
  4. Didikan yang telah mengakar dalam diri Suli Aban kecil
  5. Sinergitas, Kolaborasi, dan sama-sama bergerak sesuai dengan porsi dan kapasitas masing-masing anggota keluarga. 

Pembaca yang saya banggakan

Rute perjuangan dari seorang Suli Aban kecil telah dimulai. Suli Aban semakin bertumbuh, akar-akarnya makin kokoh. Usianya dari remaja beranjak dewasa. Ia semakin tekun mendalami Silat Cingkrik dibawah bimbingan Kong Pi'il. 

Ketika masih anak-anak, Babe sering mengajak Suli Aban ke Padepokan melihat orang-orang belajar Silat Cingkrik. Saat remaja Suli Aban benar-benar tertarik mengikuti Silat Cingkrik. 

Dari kalimat-kalimat yang mengalir tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa untuk mendorong minat dan bakat anak-anak dimulai sejak usia dini. Sehingga ketika remaja Suli Abe terbiasa melihat hal yang positif dan berminat mengikuti apa yang pernah ia saksikan dan tonton ketika ia masih anak-anak itu. 

Generasi millenial saat ini mesti didorong untuk mengikuti kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler untuk mengimbangi pengaruh smartphone yang berisi virus game online yang telah menyebar di kalangan anak muda.

Pembaca yang masih setia menemani

Kita lanjutkan pelayaran mengarungi alur berikutnya

"Kenapa Babe tidak menjadi guru Cangkrik seperti Kong Pi'il?" tanya Suli suatu hari pada Babe. 

"Kau tentu paham bahwa jalan hidup setiap manusia itu berbeda, Pi'il memang sudah jalan hidupnya disana. Setiap manusia memiliki seni yang mengalir dalam tubuhnya". 

Penggalan jawaban seorang Babe terhadap pertanyaan Suli Aban dapat kita ambil pelajaran. Setiap kita sudah memiliki porsi masing-masing yang harus kita lakoni. Karena setiap manusia memiliki karakter dan keunikan tersendiri. Menjadi diri sendiri dan mengenali jati diri itulah poin penting dari petikan nasehat Babe kepada Suli Aban. 

Kemudian penulis memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa Cingkrik adalah Seni kearifan lokal masyarakat Betawi. Keseimbangan, keselarasan dan kesesuaian gerak seluruh anggota tubuh. Esensi dari Cingkrik adalah sebagai pagar diri. 

"Berlatihlah dengan sebaik-baiknya. Cingkrik bagaikan sebuah alunan nada yang seirama. Cingkrik adalah ilmu jiwa. Dia berasal dari jiwa dan akan kembali ke jiwa."

Suli Aban bertekad menekuni Cingkrik. Ia bercita-cita mengembangkan dan melestarikan seni khas Betawi sebagai kearifan lokal daerahnya. 

Penulis dengan cerdas mengemas nilai-nilai yang bisa menularkan inspirasi kepada pembaca. Penulis bukan hanya sekedar menghidangkan kisah masa lalu, namun cerita ini dikombinasikan dengan kondisi kekinian. 

Yuk kita intip inspirasi yang bisa memancing motivasi kita. Terutama generasi muda sebagaimana semangat yang Suli Aban yang membara. 

  1. Seni budaya sebagai kearifan lokal harus dilestarikan dan dirawat agar tak punah ditelan zaman
  2. Kita harus mendorong generasi muda untuk aktif dan kreatif mengembangkan seni budaya sebagai kekayaan nusantara
  3. Cerpen ziarah ini bisa dijadikan rujukan oleh pemerintah dan para pegiat dan komunitas seni budaya untuk mengambil kebijakan
  4. Menjalankan kegiatan dan diklat-diklat seni budaya agar tetap lestari membendung seni budaya asing

BAGIAN 2

KISAH ASMARA SULI ABAN DI PADEPOKAN

Suli Aban diam-diam menaruh hati pada imim yang juga murid padepokan. Sebagai lelaki normal, wajar kalau Suli Aban tertarik pada seorang wanita. Imim jadi jatuh cinta. 

Imim wanita cantik yang mempesona. Siapapun pria yang melihat Imim akan bergetar jiwanya. 

Pihak ketiga hadir menyalip di tikungan. Persaingan semakin ketat. Kampanye hitam suam berhasil membuat Imim berpaling muka dari Suli Aban. Kasihan Suli Aban, perjalanan cintanya dibegal suam ditengah jalan. 

Suli Aban gundah dan galau. Ia tertekan. Bukan hanya bibit cinta yang dimatikan Suam, Karir Suli Aban di padepokan pun bakal tergulung. Suam adalah murid terbaik. Kong pi'il mengangkatnya jadi guru andalan. Suam pun akhirnya mempersunting Imim. Dua kosong untuk Suli Aban dalam perkara cinta dan karir.

Permusuhan pun tak bisa di elakkan. Suli Aban mengalah. Ia menjauh dan bertandang ke Pangandaran dan hengkang dari padepokan. Ia patah arang. Ia melupakan cintanya yang penuh kemelut itu. 

Lalu, Suam datang mencari Suli Aban karena sakit hati ketika nama Ebam disebut Imim. Suam terbakar api cemburu. Perdebatan pun terjadi di tepi laut Pangandaran. 

Pembaca diajak menghayati dua orang yang bersaing. Pembaca bisa mendalami karakter yang melekat pada diri Suli Aban dan Suam.

  1. Suli Aban memiliki sifat sabar,  santun dan punya etika moral yang kuat
  2. Suli Aban seorang yang gentelman mengungkap cintanya
  3. Suam seorang sahabat dengan type toxic
  4. Suam memiliki sifat emosional dan gegabah
  5. Tidak punya attitude yang baik, karena menyalip di tikungan merebut kekasih Suli Aban
  6. Suam seorang yang memiliki sifat dendam

Disisi lain makna tersirat di bagian kedua cerita ini adalah sebuah persaingan cinta dan karir. Hal ini sering juga dialami oleh kebanyakan orang saat ini. Bahwa untuk mendapatkan jabatan,  ketenaran orang akan melakukan apa saja untuk meraihnya. 

Demikian juga dengan sebuah persoalan cinta seperti halnya yang dialami Suli Aban dengan mudahnya cinta itu berpindah ke lain hati. 

Hati-hati dengan hati. 

Waspada dengan persaingan hidup yang semakin ketat. 

BAGIAN 3

PERTENGKARAN 

Suli Aban diserang musuh. Meskipun Suli Aban berusaha menghindari permusuhan namun, musuh itu tetap saja datang menghampiri. 

"Saya teringat sebuah pribahasa ataupun nasehat lara tetua yang pernah saya dengar.   Musuh jangan dicari, kalau musuh datang engkau jangan lari." Barangkali ungkapan itu yang membuat Suli Aban melayani serangan Suam. 

Cingkrik seharusnya hanya sebagai sebuah seni pertunjukan dan untuk pelestarian budaya,  kini Cingkrik berubah menjadi itikad membunuh nyawa. 

Pada paragraf tersebut, penulis menggiring pembaca untuk mengeksplor pengetahuan tentang Seni Beladiri Silat Cingkrik lebih mendalam dan detil. 

Pertengkaran antara Suam dan Suli Aban menghadirkan suasana adu jurus yang ada dalam Silat Cingkrik. 

  1. Jurus Keset Bacok
  2. Keset Gedor
  3. Cingkrik
  4. Langkah Tiga
  5. Langkah Empat
  6. Buka Satu
  7. Saup
  8. Macan
  9. Tiktuk
  10. Singa
  11. Lokbe
  12. Longok

Tentunya cerpen ini menambah pengetahuan dan pundi-pundi ilmu kita tentang sebuah Seni Budaya Nusantara yang berasal dari Betawi. 

Suli Aban dalam pertengkarannya dengan Suam tetap bersikap tenang dan menenang nasehat Babenya. Itulah yang membuat Suli Aban menang dalam perkelahian itu. 

Pesan moralnya adalah sesulit apapun kondisi yang dihadapi,  kita harus tetap tenang. Tidak gegabah dan selalu mengenang pituah dan pesan orangtua. Seperti halnya yang dilakukan tokoh dalam cerpen ini. Pesan dari Babe itu terasa sangat sakral dan masuk ke dalam jiwa Suli Aban. 

Dan dalam cerpen ini, penulis pun merangkainya dengan memasukkan nilai-nilai spiritual (tasawuf/ilmu tauhid) untuk menambah rasa cerpen ziarah ini. Bahwa unsur-unsur keselamatan dalam kehidupan itu ada delapan perkara. 

  1. Tanah
  2. Air
  3. Api
  4. Udara
  5. Bulan
  6. Matahari
  7. Kayu
  8. Batu

Suli Aban mengajarkan kita akan sebuah nilai dalam menjalani kehidupan. 

Pertengkaran Suam dan Suli Aban. tak dapat dibendung. 

 PENUTUP

Penulis cerpen ini berhasil mengaduk-aduk hati pembacanya. Penulis mampu menyajikan setiap paragraf dengan untaian makna dan hikmah yang bisa dipetik dan diaplikasikan dalam kehidupan pembacanya. 

Kombinasi Nilai-nilai Seni Budaya, Spiritual, Emosional, Intelektual, Pembentukan Karakter, Keharmonisan Keluarga, Persaingan yang berujung permusuhan membuat cerita ini benar-benar hidup dan terasa berwarna. 

Banyak pesan moral yang bisa diambil dari setiap paragrafnya. 

Secangkir cerita, sejuta manfaat.

Cerpen ziarah ini ternyata tidak hanya sekedar tulisan yang bisa melepaskan rasa dahaga dan saja. Dari narasi yang dibaca dari hati itu ternyata memiliki khasiat bagi kesehatan untuk akal pikiran, pengetahuan dan wawasan kita. Menambah pundi-pundi ilmu dan melancarkan aliran darah yang membeku. Tulisan ini mampu merangsang otak menggali makna yang tersirat dalam cerita ziarah Suli Aban. 

Terima Kasih

Bangkinang,  Jumat 8 Juli 2022

Syamsul. Azwar
























Posting Komentar

0 Komentar