Risalah Mihnah (Pesan-Pesan Ujian)

 

 


Oleh: Nafi’ah al-Ma’rab

“Setiap ujian adalah tasyrif (kemuliaan) bukan taklif (beban)”

Pernahkah kau merasakan kondisi paling sulit dalam hidupmu yang kau hadapi seorang diri, benar-benar sendirian tanpa seorang manusia pun yang memahami?Semoga tidak, Sakitnya akan menjadi kenangan seumur hidup yang tak akan kau lupa.

Hidup bagi orang beriman adalah perjalanan menuju surga. Jangan berpikir mudah masuk surga, sebab Imam Abu Hanifa yang terjaga wudhunya dari isya hingga subuh selama 40 tahun saja masih ragu apakah dirinya masuk surga atau tadi. Surga itu mahal, tidak cukup dengan amal pas-pasan yang kita persiapkan.

Jika amalan yang kita kerjakan tidak mencukupi untuk meraih surga, di situlah Allah memberi kita jalan cepat menuju surga melalui sebuah peristiwa bernama mihnah atau ujian dalam hidup. Ada posisi indah di surga yang hanya bisa kita raih dengan ujian.

Ujian akan menjadi jalan pengumpul pahala yang membuat kita akhirnya dipandang layak oleh Allah untuk menduduki posisi itu. Pada kondisi inilah kita akan memahami bahwa Allah menghendaki adanya kemuliaan pada diri kita dengan adanya ujian, bukan beban seperti yang kita rasakan.

Kepada Siapa Ujian Kita Sandarkan?

Ibnu Qoyyim al-Jauzi mengatakan, ketika engkau lebih menyandarkan masalahmu kepada manusia saat ujian datang, maka sesungguhnya pada kondisi yang sama engkau sedang merendahkan Kemahaan Allah yang Maha Agung.

Siapakah manusia yang paling mengerti akan dirimu? Ibumu? Sahabatmu? Pasanganmu? Keluargamu? Gurumu? Tidak, mereka tidak akan benar-benar mengerti dengan keinginanmu. Mengapa?

Manusia dibekali dengan perasaan, pengalaman, penilaian dan pemikiran yang berbeda. Maka ketika kau menyampaikan persoalan X pada mereka, beragam persepsi, pikiran, penilaian, tanggapan akan muncul.

Ada yang akan bilang, itu persoalan kecil, nggak ada masalah, semua bisa diselesaikan dengan mudah. Orang seperti ini berkata demikian karena ia berpikir masalah yang pernah ia hadapi jauh lebih berat dari itu.

Ada juga yang langsung mengeluarkan santapan rohani, beragam kata mutiara indah nasihat dunia akhirat. Cukup bagus, tetapi kadang-kadang tidak semuanya pas dengan diri kita.

Mereka yang lebih parah adalah memberi sikap negatif atas ujian yang kamu dapatkan. Memandang rendah, memandang buruk, hingga sikap cuek yang mereka munculkan.

Rasulullah memang pernah curhat kepada Bilal saat fitnah terjadi pada Aisyah ummul mukminin pada peristiwa ketika Aisyah mencari perhiasannya yang hilang. Rasulullah bicara kepada orang yang beliau anggap tepat, tetapi yang dilakukan oleh Rasulullah adalah mengikuti wahyu dari Allah untuk berdiam diri dari segala fitnah yang muncul di masyarakat kafir quraisy pada saat itu.

Siapakah yang paling pantas menjadi sandaranmu saat ujian datang? Tidak ada, selain Allah yang Maha dari segala Maha. Allah mendengar segala keluh kesahmu, segala harapanmu, segala kesedihanmu, segala curhatmu, segala hal yang tak mungkin kau sampaikan pada manusia.

Allah menunggu di sepertiga malam, pada hujan yang turun deras, pada saat-saat kau menahan haus dan lapar karena shoum, pada saat sujud terindah dalam salat. Pernahkah Allah memvonismu macam-macam atas ujian yang kau hadapi sehingga kau menjadi sedih? Manusia mungkin pernah, tetapi Allah tidak.

Apapun kondisimu Allah akan terima, Allah akan gembirakan dengan ketenangan saat berdoa, dengan terkabulnya doamu satu persatu.

Kesedihan mungkin kau rasakan. Kau boleh menangis di hadapan manusia, mengungkapkan isi hati secukupnya, tetapi hendaknya tangisan di hadapan Allah jauh lebih deras, curhatmu kepada Allah jauh lebih detail.

Sandaran terindah adalah Allah, dan manusia cukuplah mereka tahu sedikit saja tentang kesedihan dan ujian hidupmu. Bahkan jika kau ingin merahasiakannya pun, itu jauh lebih baik. Diamlah atas segala ujian atas dirimu, cukuplah Allah yang akan menjadi zat terbaik untuk menyelesaikan segala urusan.

Diam mungkin akan menjadi penutup jalan munculnya fitnah lain yang mengikuti ujian atas dirimu. Sebab kita tak pernah menduga pikiran dan prasangka manusia. Tidak semua orang akan bersimpati padamu, tidak semua orang akan berpihak padamu. Maka ingatlah pesan Ibnu Qoyyim atas engkau yang mendapat kabar ujian dari saudaramu:

“Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka ia akan kembali padamu. Maksudnya, engkau bisa dipastikan melakukan dosa serupa.”

Posting Komentar

0 Komentar