Menjadikan Anak-Anak Kita Seperti Anak Palestina

 foto: hidayatullah.com



Jika ingin tau bagaimana mendidik dan menguatkan akidah anak-anak, maka belajar lah pada ibu-ibu Palestina. Betapan air mata saya berlinang, tumpah ruah saat menyaksikan video-video anak-anak Palestina, mereka lebih dewasa dibandingkan usianya. 


Di usia 2 hingga 3 tahun mereka sudah tau bagaimana menjaga akidah, membela agamanya. Sangat jauh beda rasanya dibandingkan anak-anak kita di sini. Seorang wartawan datang menemui anak-anak Palestina secara sembunyi-sembunyi, tanpa ada orang lain. Wartawan itu membawa hadiah, lalu menanyakan kepada anak-anak tersebut pertanyaan yang barangkali tak diketahui anak-anak kita di sini. 

“Apakah engkau tau ibu kota Mesir?” tanya wartawan 

 “Ya, Kairo.” 

“Lalu apakah engkau tau apa ibu kota Israel?” 

 “Israel?” 

“Ya, Israel.”

“Apa itu Israel? Aku tidak mengenal Israel, mereka bukan negara. Mereka adalah penjajah.” 

 “Aku tau, tapi apakah bisa kau berkata sekali saja, mengatakan Al Quds ibu kota Israel. Aku akan memberi mu hadiah besar, dan di sini tidak ada siapa-siapa, tidak ada yang akan melihat mu. Kamera telah disembunyikan.”

 “Tidak, aku tidak akan pernah bisa mengatakan itu. Kami adalah warga Palestina, mereka bukan negara di sini, mereka adalah penjajah.” 

Mereka anak-anak yang telah mengenal Tuhan dan agamanya sejak dari kandungan. Hingga ketika telah beranjak usianya, maka semakin pahamlah mereka tentang perjuangan. 

Kerinduan mereka pada syahid telah tertanam sejak kecil. Saya teringat cerita seorang pendongeng terkenal nasional yang berkunjung ke Palestina, lalu akhirnya setelah pulang dari Palestina ia memutuskan untuk tidak lagi bercerita dongeng sembarangan, tapi dongeng-dongeng yang berasal dari Al Quran dan hadist. 

 “Siapa yang ingin jadi artis?” tanya sang pendongeng. Tak ada suara. Semua anak-anak terdiam. Sang pendongeng mulai bingung bagaimana memulai dongeng di tengah anak-anak Palestina. 

 “Siapa yang ingin jadi pemain sepak bola?” si pendongeng melontarkan lagi pertanyaannya. Hanya ada satu dua orang yang mengangkat tangan dengan malu-malu. 

Lalu dengan iseng, karena melihat situasi perang di sekitarnya, sang pendongeng pun melontarkan pertanyaan. 

 “Siapa yang ingin syahid?” Gelegar pekikan suara anak-anak seketika terdengar, mereka semua mengangkat tangan dengan teriakan-teriakan yang menggetarkan. Dengan rasa menggigil, sang pendongeng melanjutkan pertanyaannya. 

 “Siapa yang ingin syahid dan masuk syurga?” Mendengar pertanyaan itu, semua anak mengangkat tangan dengan riuh. Sebagian naik ke meja dengan segela semangat dan teriakannya. Lalu para orang tua yang sedang berjaga di luar gedung seketika pun ikut berlari dan mengacungkan tangan. 

“Saya ingin syahid dan masuk syurga, saya ingin syahid dan masuk syurga.” 

Demikian lah akidah yang terbangun di hati anak-anak Palestina. Mereka bisa menjawab pertanyaan yang orang dewasa di luar negara mereka belum bisa menjawabnya. Tentang akidah, tentang perjuangan dan tentang agamanya, mereka jauh lebih tau dibandingkan kita orang dewasa di sini. Mereka sungguh tak takut mati. 

Mereka pula yang berjuang dengan batu-batu mengusir para tentara Israel. Mereka telah menjadi pejuang, sejak mereka belum pantas untuk berjuang lantaran usianya. 

Kita tentu ingin menjadikan anak-anak kita seperti anak-anak Palestina. Yang memainkan batu-batu untuk mengusir penjajah. Yang menolak diberi coklat karena menjaga izzah agamanya, yang menolak bersikap lacur kepada penjajah meski hanya dengan kata-kata.

 #KembaliKeTanahAir #GreatReturnMarch #flashwritingforgaza #flpwilayahRiau 

Donasi ke KNRP Riau BSM Cabang Pekanbaru a.n KNRP Riau 704746614

Posting Komentar

0 Komentar